NEWS


Rabu, 02 Juni 2010

MENGENANG (HOMEMADE) MIXTAPE

Menyadur dari wikipedia, definisi mixed tape atau mixtape adalah kumpulan lagu yang direkam secara tradisional ke dalam kaset audio untuk tujuan tertentu.

Mari lupakan Mega Hits, Hit Banks, 100% Love Songs, atau produk-produk sejenis, yang walaupun banyak orang menganggapnya sebagai mixtape tapi notabene merupakan hasil pabrikan perusahaan rekaman profesional. Yang ingin saya bahas di sini adalah homemade mixtape. Mixtape yang dibuat secara swadaya, amatir, biasanya untuk kepentingan pribadi. Mereka yang pernah muda saat serial MacGyver berjaya pasti akrab betul dengan peralatan yang dibutuhkan untuk membuat mixtape semacam ini: kaset kosong merek BASF atau MAXELL, tape double deck, serta album artis dalam/luar negeri hasil merampok koleksi teman yang akan direkam. Daripada harus membeli album asli yang setelah didengarkan ternyata hanya bagus satu-dua lagu saja, membuat mixtape tentu menjadi alternatif yang lebih menguntungkan (saya belum pernah melihat orang rela berlama-lama duduk di depan tape double deck untuk merekam sesuatu yang mereka anggap ‘kurang menarik’).

Jaman sekolah menengah dan kuliah dulu, mixtape berjasa besar memeriahkan kehidupan cinta saya.
Sekadar informasi, seandainya siswa/mahasiswa bisa dikategorikan berdasarkan karakter-karakter film di seluruh dunia, saya pasti masuk dalam kelompok ‘tokoh pria di film drama Korea’—minus tampang gantengnya tentu saja: pemalu, agak bodoh, dan gugup setengah mati saat bertemu sang pujaan hati (sampai sekarang juga masih!). Statemen yang terakhir ini perlu digaris bawahi, karena saya sebetulnya setuju dengan ide melakukan percakapan langsung sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan sang pujaan hati, sangat setuju malah, kecuali bahwa melakukannya ternyata sulit sekali ketika tiba-tiba harus menahan pipis di celana.
“Kalau sudah begini, solusinya cuma satu,” kata seorang teman. “Buatkan mixtape! Biar John Lennon, Robert Smith, Billy Corgan atau Karen Carpenter saja yang bicara.” Aha! Benar sekali, mengapa tidak terpikirkan sebelumnya? Jadi begitulah, mixtape saya delegasikan untuk memenuhi kewajiban diplomatik saya (dan terus berlangsung tiap kali bertemu pujaan hati-pujaan hati yang lain, sampai akhirnya tiba era digital ini).
Di sini, mixtape—tanpa bermaksud mengecilkan seorang Shakespeare—sama derajatnya dengan surat cinta. Dalam kasus tertentu saya bahkan berasumsi bahwa peluang untuk berpacaran dengan sang pujaan hati berbanding lurus dengan disukai/tidak disukainya mixtape yang saya beri.
Tentu, mixtape untuk sang pujaan hati beda penanganannya dengan mixtape untuk menemani acara nongkrong malam minggu di rumah tetangga. Sebagai seorang (sebuah) delegator, mixtape tersebut perlu mendapat persiapan khusus agar mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Ada aturan-aturan protokoler yang wajib dipenuhi, dan saya betul-betul cerewet mengenai masalah ini.

Berdasarkan pengalaman, menentukan lagu pertama adalah bagian yang paling sulit. Saya tidak pernah menempatkan lagu yang berpotensi besar akan menjadi paling disukai oleh sang pujaan hati di urutan pertama. Barangkali hal ini efektif untuk mencuri perhatian. Tapi ekspektasi awal yang berlebihan justru bisa berubah menjadi kekecewaan saat mendengar lagu-lagu lainnya yang ‘biasa-biasa’saja, daya magis mixtape itu akan berhenti setelah lagu pertama. Kriteria lagu pertama yang baik mungkin seperti ini: tidak mudah ditebak, gampang dicerna, dan jangan terlalu ambisius.
Berikutnya, sangat penting untuk tidak memilih lagu yang sudah terlalu dikenal, lagunya Brian McKnight misalnya. Bukan apa-apa, semakin dikenal sebuah lagu, semakin besar pula kemungkinan lagu itu pernah menjadi soundtrack bersama pacarnya yang dulu.
Selanjutnya, aaahhhh... tidak perlu diteruskan, anda pasti terlalu malas membaca basa-basi seperti ini...

***

Hari ini mixtape jelas bukan media populer untuk mendengarkan lagu. Selain karena kualitas suara yang rendah, proses pembuatannya pun memakan waktu karena tidak ada sistem percepatan merekam pada tape double deck (tolong dikoreksi kalau saya salah). Katakanlah kita ingin merekam dua belas lagu, dimana masing-masing lagu berdurasi lima menit, berarti paling cepat sebuah mixtape baru bisa diselesaikan dalam tempo satu jam. Bandingkan dengan proses burning CD yang hanya butuh waktu kurang lebih lima menit; atau transfer data via iPod yang dalam setengah jam saja bisa mendapatkan begitu banyak lagu, yang apabila didengarkan satu-persatu belum tentu habis dalam sebulan.

Jadi, sebenarnya apa yang membuat mixtape masih tetap menarik—setidaknya buat saya, yang sampai rela begadang menyelesaikan tulisan ini?
Jawabannya sederhana. Membuat mixtape sama artinya dengan mengemas perasaan ke dalam sebuah benda. Serupa dengan kamera, mixtape—dalam level yang sangat pribadi—sanggup mengabadikan kenangan secara spesifik. Daya tampung pita kaset yang sangat terbatas mestinya bisa memberi gambaran betapa penting lagu-lagu yang sudah terpilih masuk ke dalamnya.
Tidak adanya fitur pada alat pemutar kaset yang memungkinkan satu lagu dengan mudah melompat ke lagu yang lain membuat mixtape sebagai media paling ideal untuk menikmati musik secara holistik. Menyeluruh. Mulai dari side A lagu pertama hingga side B lagu terakhir.

Ok, barangkali kita punya sekian ratus atau ribu lagu yang tersimpan rapi di dalam iPod. Segala macam genre ada di sana, mulai dari dangdut hingga nu-rave. Hanya, karena kelewat beragam ditambah kebiasaan memutar lagu secara acak, kita sering kesulitan menemukan hubungan emosional antar lagu. Kenangan masa kecil tinggal di desa yang muncul saat mendengarkan Koes Plus bisa tiba-tiba berubah menjadi kenangan disruduk bajaj di Tanah Abang, sebab iPod tanpa permisi memutar Sepultura sebagai lagu berikutnya. Jarang sekali kita bisa menikmati isi di dalam iPod sebagai obyek tunggal. Sementara saat membuat mixtape kita bersusah payah mengatur susunan lagu supaya nanti—setelah mixtape tersebut jadi—tombol fast forward tidak pernah dipencet dengan sengaja, berapa banyak lagu yang sudah kita skip selama mendengarkan iPod?

Kemudahan memperoleh lagu dan mentransfernya ke dalam iPod secara tidak sadar juga telah menjadikan kita konsumen yang pasif. Belum habis mencerna apa yang diperoleh hari ini, kita sudah disodori oleh yang lain keesokan harinya. Belum sempat menelan apa yang diterima esok hari, sudah muncul yang baru keesokannya lagi. Begitu seterusnya.
Musik akhirnya bernasib sama seperti buah kaleng di supermarket. Karena didapatkan secara instan, maka mengkonsumsinya pun juga instan. Easy come easy go.

Kita lupa pengalaman kreatif yang bisa ditawarkan saat membuat mixtape: mulai dari mengukur durasi tiap lagu supaya muat ke dalam kaset, sampai memutar otak untuk mendapatkan hasil rekaman sebersih mungkin (trik ajaib jaman dulu, jangan memencet tombol stop tapi pause setiap jeda supaya tidak ada bunyi ‘klek’ yang ikut terekam).
Kita lupa rasanya bergembira saat berhasil menyelesaikan sebuah mixtape, mendengarkannya terus-menerus selama perjalanan ke luar kota bersama teman-teman, dan bertahun-tahun kemudian, saat mendengarkannya kembali, kita masih memiliki kegembiraan yang sama.

Kita lupa bahwa kadang-kadang sesuatu menjadi sangat berharga karena proses dan usaha di belakangnya...

(tulisan ini saya curi dari file di dalam laptop sahabat saya) ('',)

=====================================================================================
sorry, no English translation for this one, maybe it will, but it's been way past my sleeping hour...

3 komentar:

  1. saya setuju sama raden vanco nih, sekedar koreksi dari saya, tape ada kok tehnologi mempercepat rekamannya, namanya high speed dubbing, yg kebetulan ada di tape double deck pertama gue waktu smp kelas 2 merknya POLYTRON haha lo pasti tau dong, merk lokal yang lumayan berhasil menarik konsumen pada masa itu, terus di sony seri yang lumayan high end juga ada, gue dulu salah satu penikmat dan pembuat mix tape, yang tujuan ya itu tadi buat menggaet para kaum hawa yang menjadi pujaan hati, sampe skrg bahkan gue inget beberapa lagu cantik isi mixtape yg gue punya pada masa itu, salah satunya adalah morrisey the more you ignore me, smashing pumpkins today, creep radiohead yg hmm basi sih cuma klo didengerin di mixtape itu pasti dasyat rasanya hehehe itu pas smu, pas smp gue pernah bikin mixtape isinya def lepard two step behind sama blind melon haha, ya ya begitu banyak kenangan pada mixtape, sampe skrg gue masih menyukai kaset, karena esensi menyetel kaset itu seru banget, plus skrg gue mau betulin tape sony gue nih udah rusak biar visa setel kaset lagi...-adekris

    BalasHapus
  2. hehe..bung adekris, iya bener ada tuh teknolohi high speed dubbing,yang jadi dua kali lebih cepat...heheh..iya tuh masi lengkap tuh koleksi kaset ku di surabaya,cuman tape playernya yang gk ada...sampe sekarang juga masih bikin2 mixtape atau lebih tepat di sebut mixCD ya..hehehe..

    BalasHapus
  3. Haha it was a good time...
    yang lucunya co, bahkan kita merekam lagu kedalam mixtape buatan kita yang sumbernya dari mixtape lain.
    Anyway bener kata adekris, ada teknologi high speed dubbing. Belom jaman dulu membuat experimental mixtape dengan cara memainkan balance kanan kiri sehingga suara john lennon bisa dihilangkan...
    Satu hal yang gue suka dari mixtape adalah membuat covernya. Gunting/tempel bahkan sampai tato maenan yang didapat dari camilan ringan pun ikut ditempel. Dan tidak lupa memberi judul mixtape itu yang membuat bangga diri kita seakan-akan kita yang membuat album itu atau setidaknya memproduseri album itu.
    Koleksi mixtape gue masih ada tuh co... ada beberapa doang sih dan yang dari masa2 terakhir. yang covernya sudah hasil disain melalui komputer. nggak lagi era gunting tempel.
    Kalo sekarang yah buat playlist di itunes. Tapi dengan beragamnya musik di itunes bikin bingung milih lagu. terlalu banyak pilihan. terlalu banyak referensi.
    Terus, tentang khubungan antar emosional gue masih mengikuti ajaran Josh untuk tidak menshuffle itunes dan mendengarkan sebuah album secara utuh. anggap saja tombol next track belom ditemukan. Repeat ga papa lah...
    ude ah...

    opiq
    www.myspace.com/thetantrummusic
    piqo.blogspot.com

    BalasHapus