NEWS


Selasa, 17 Agustus 2010

HORE!! KATANYA INDUSTRI MUSIK MENDEKATI "KIAMAT"

Fase ini memang sedikit banyak merugikan saya sebagai pekerja belakang layar di bidang musik, tapi toh tidak membuat saya akhirnya hidup berkesusahan karena saya masih bisa mendapatkan penghidupan sederhana nan layak yang sangat saya nikmati. Tetapi jujur saja, saya merasa beruntung dengan masuknya fase ini, karena justru lebih banyak saya temukan karya- karya yang dahsyat dan beberapa diantaranya malah dapat saya kategorikan menjadi sebuah mahakarya, dari musisi – musisi di seluruh dunia, dan bangsa Indonesia pada khususnya.

Fase “kiamat” menurut para pelaku industri musik dan media musik ini, justru merupakan fase “pencerahan” bagi saya. Dimana musik kembali pada fitrahnya, yaitu menjadi bagian besar dan bebas dari setiap individu penikmatnya, karena mereka dapat lebih bebas memilih musik yang memang pas dengan kepribadian dan selera mereka, semuanya tersedia di luar sana (atau di dalam komputer lebih tepatnya) lengkap dengan suguhan pertunjukan langsung (baca:live) di layar monitor.

Lalu, bagaimana nasib para musisi yang dengan susah payah dan setengah mati (mungkin tidak semuanya sampai se-niat ini) mengumpulkan biaya, waktu, pikiran, dan tenaga untuk melahirkan karya – karya nya. Memang jadi lebih susah mendapatkan keuntungan materi, dan itu kenyataan. Tapi apakah benar kalau sebelum fase ini mereka para musisi ini lebih mudah dalam memperkaya diri, mungkin iya bagi para musisi – musisi yang didukung oleh mesin promosi korporat, tapi bagi para musisi sejati yang benar – benar mempunyai misi dan kecintaan terhadap karyanya, saya rasa dari dulu sampai sekarang mereka tetap harus berpikir keras untuk mendapatkan keuntungan materi itu.

Di luar hal materiil yang didapat, sebenarnya nasib si musik dan musisinya ini seperti kembali ke era dimana musik hanya bisa dinikmati di plat piringan hitam, atau bahkan lebih lama sebelum itu. Dimana mereka harus menyuguhkan performa panggung yang bagus dan memorable agar menjadi disukai, lalu menjadi laku, dan setelah itu baru bisa mendapatkan kepuasan materi. Bagi para penikmat musik, tentu saja mereka semakin bahagia karena musisi kesukaan nya dapat dilihat secara langsung dan ber”dansa” bersama para penikmat yang lain. Dan semakin bagus penampilan musisi itu, harga tiket yang kadang menjadi mahal pun sudah bukan menjadi masalah lagi. Tidak semua musisi bisa menjadi seperti ini, dan ini termasuk seleksi alam yang saya suka, karena cepat atau lambat akan membunuh musisi karbitan yang oportunis dan berperilaku bagai ternak yang di gembala oleh tuan nya.

Faktor seleksi alam yang lain. Di era digital/internet, setiap seniman dapat dengan mudah mem-publikasi kan karyanya dengan gratis dan cepat, meski ada “rasa” yang hilang karena tidak dapat berinteraksi secara nyata. Tetapi bagi para seniman musik, ini bukan halangan untuk memamerkan portfolio sintetis nya, 1 lagu atau 5 album sekaligus bukan lah masalah, tentu saja bagi mereka yang tidak peduli dengan penjualan CD/kaset/apa saja itu bentuknya. Tetapi ini efektif untuk menyebarkan apapun itu propaganda dan misi dari seniman ini, karena sasaran nya pun luas nyaris tanpa batas, seluas usaha mereka mau menyebarkan karyanya. Hasilnya sering tidak terduga, mulai dari yang cuma pujian basa – basi di comment box nya sampai menjaring ratusan bahkan jutaan penggemar yang kadang sampai ke tahap fanatik, tetapi yang pasti ini adalah portal yang efektif untuk menjual musik anda. Karena dari sini anda dapat menjual kaos,topi,tas..merchandise lah, dan kalo memang musik anda layak untuk didengar atau bahkan diresapi isinya, siap -siap saja untuk mendapatkan tawaran – tawaran manggung yang kadang bisa sampai ke benua barat. Tidak semua musisi bisa menjadi seperti ini, dan ini termasuk seleksi alam yang saya suka, karena cepat atau lambat akan membunuh musisi karbitan yang oportunis dan berperilaku bagai ternak yang di gembala oleh tuan nya.

Album fisik yang (saat ini,umumnya) berupa CD pun mulai bergeser fungsinya, jika dulu sebagian besar orang membeli CD karena ingin mendengar lagu favoritnya, sekarang sepertinya CD lebih menjadi sebuah benda koleksi bagi pencintanya. Dalam hal ini, karya yang berkualitas, konsep yang kuat ditambah dengan karakter musisi dan musiknya itu sendiri yang menjadi pertimbangan layak atau tidaknya CD itu dikoleksi, setidaknya bagi saya. Terlebih – lebih apabila CD tersebut menjadi karya fenomenal penanda suatu era dan peristiwa, seperti mungkin album Dewa(memakai)19, Efek Rumah Kaca,dan banyak lagi. Ya, memang bagi saya dari dulu, membeli dan menikmati album musik itu seperti membaca buku, saya selalu berharap untuk dibawa ke dalam “dunia” yang dipaparkan dalam paduan bentuk suara,tulisan, gambar, syukur - syukur ada bonus video nya dalam paket yang disebut album ini. Dan jujur saja, semakin jarang saya menemukan album yang memenuhi syarat di atas, dan yang pasti bukan dari musisi karbitan yang oportunis dan berperilaku bagai ternak yang di gembala oleh tuan nya.

Saya sendiri sebagai musisi, masih berusaha keras untuk memenuhi standar yang saya pasang sendiri, dan apabila pada akhirnya tidak menghasilkan materi sedikitpun, paling tidak saya merasa mempunyai peranan dalam perluasan budaya musik ini. Dan apapun hasilnya, keadaan saya tetap, tidak berubah, masih menjadi ternak yang ber tuan kan “kebahagiaan hidup” dengan apapun yang bisa saya kerjakan dan sekaligus menikmati peran saya di masyarakat dengan ikhlas. Amin.

J. Vanco

4 komentar:

  1. IMHO:
    - yg benar2x punya sesuatu ciri khas, konsisten, dan terus berusaha akan tetep stand out.
    - musisi harus mikirin lagi suatu cara dalam menjual karyanya (jika ia memang ingin menjual karyanya), jadikan nama musisi/band as a brand, lalu jadikan sisanya sebagai marketing toolsnya.

    BalasHapus
  2. nice inspirat bro..
    tinggal bagaimana mereka dapat berdansa dengan nada bukan secara simbolik..

    Jabat erat,

    -Avie-

    "Tuhan akankah kita terus mengobrol?"
    http://avieonline.wordpress.com

    BalasHapus
  3. mantab Co..we all know how suffering we are as a musician in indonesia..being underrated for so long will push our creative thinking for makin a revolution.. moga2 "kiamat" ini jadi pencerahan buat siapa ajah yahh..

    BalasHapus